Pedoman Teknis Budidaya Belut dan Pernak-perniknya
Perlu diketahui bahwa kolam budidaya ikan belut harus dibedakan antara lain: kolam induk/kolam pemijahan, kolam pendederan (untuk benih belut berukuran 1 – 2 cm), kolam belut emaja (untuk belut ukuran 3 – 5 cm) dan kolam pemeliharaan belut konsumsi (terbagi menjadi 2 tahapan yang masing-masing dibutuhkan waktu 2 bulan) yaitu untuk pemeliharaan belut kurang 5 – 8 cm sampai menjadi ukuran 15-20 cm, dan untuk pemeliharan belut dengan ukuran 15 – 20 cm sampai menjadi ukuran 30 – 40 cm.Ukuran kolam induk kapasitasnya 6 ekor/m2. Untuk kolam pendederan (ukuran belut 1 – 2 cm) daya tampungnya 500 ekor/m2. Untuk kolam belut remaja (ukuran 2 – 5 cm) daya tampungnya 250 ekor/m2. Dan untuk kolam belut konsumsi tahap pertama (ukuran 5 – 8 cm) daya tampungnya 100 ekor/m2. Serta kolam belut konsumsi tahap kedua (ukuran 15 – 20cm) daya tampungnya 50 ekor/m2, hingga panjang belut pemanenan kelak berukuran 3 – 50 cm.
Anak belut yang sudah siap dipelihara secara intensif adalah yang berukuran 5-8 cm. Dipelihara selama 4 bulan dalam 2 tahapan dengan masing-masing tahapannya selama 2 bulan. Bibit bisa diperoleh dari bak/kolam pembibitan atau bisa juga bibit diperoleh dari sarang-sarang bibit yang ada di alam. Pemilihan bibit bisa diperoleh dari kolam peternakan atau pemijahan. Biasanya belut yang dipijahkan adalah belut betina berukuran 30 cm dan belut jantan berukuran 40 cm.
Pemijahan dilakukan di kolam pemijahan dengan kapasitas satu ekor pejantan dengan dua ekor betina untuk kolam seluas 1 m2. Waktu pemijahan kira-kira berlangsung 10 hari untuk bertelur. Setelah telur menetas dan berumur 5 – 8 hari, ukuran anak belut berkisar 1,5 – 2,5 cm. Anak belut dengan ukuran sedemikian tersebut diatas segera ditempatkan di kolam pendederan calon bibit selama 1 (satu) bulan sampai berukuran 5 – 8 cm. Dengan ukuran ini anak belut sudah bisa diperlihara dalam kolam belut untuk konsumsi selama dua bulan atau empat bulan.
Perlakuan dan perawatan bibit dari hasil pemijahan anak belut ditampung di kolam pendederan calon benih selama 1 bulan. Dalam hal ini benih diperlakukan secermat mungkin agar tidak banyak yang hilang. Dengan perairan yang bersih dan lebih baik lagi apabila di air yang mengalir.
Pemupukan jerami yang sudah lapuk diperlukan untuk membentuk pelumpuran dan pupuk kandang sebagai bahan organik utama. Bila diperlukan bisa diberi makanan tambahan berupa cacing, kecoa, ulat besar (belatung) setiap 10 hari sekali. Pemeliharaan kolam dan tambak yang perlu diperhatikan adalah gangguan dari luar dan dalam kolam agar tidak beracun.
Pemanenan belut dapat berupa benih/bibit yang dijual untuk diternak/dibudidayakan. Atau juga berupa hasil akhir pemeliharaan belut yang siap dijual untuk konsumsi (besar/panjang sesuai dengan permintaan pasar/konsumen). Cara penangkapan belut sama seperti menangkap ikan lainnya dengan peralatan antara lain: bubu/posong, jaring/jala bermata lembut, dengan pancing/kail dan pengeringan air kolam sehingga belut tinggal diambil saja.
Sumber : Majalah Demersal
Media belutt
Oleh ardyant
Disamping ukuran dan persyaratan lahan juga dilengkapi dengan media pemeliharaan dengan urutan dan ukuran antara lain sebagai berikut :
1. Jerami setinggi 30 cm.
2. Pupuk Urea 5 kg dan NPK 5 kg (kolam berukuran 500 cm X 500 cm atau perbandingannya).
3. Lumpur/tanah setinggi 5 cm.
4. Pupuk Kandang setinggi 5 cm.
5. Pupuk kompos setinggi 5 cm.
6. Lumpur/tanah setinggi 5 cm.
7. Cincangan Batang Pisang setinggi 10 cm.
8. Lumpur/tanah setinggi 15 cm.
9. Air setinggi 3-4 cm.
Untuk Kolam barudari semen.
Media pemeliharaan ini didiamkan agar terjadi proses permentasi selama kurang lebih dua minggu, sehingga siap untuk ditaburi bibit/benih belut yang akan dibudidayakan
kolam semen yang baru.. kl udah kering di rendam pake air selama 1 hari, kemudian air di kuras dan di gosok pake pelepah pisang sampe berbuih..kemudian diamkan sampe kering,kemudian bilas pake air bilas sampe bersih, kemudian isi dengan kompos dan isi pake air diamkan selama 1 minggu…
pastee beresss. kana cepet berlumut dan Muantaab kaleee
Salam kenal buat kita semua. Saya lokasinya dimedan tepatnya di pinggiran kota (Tanjung Morawa) pengen coba untuk membudidayakan belut. Gimana saya bisa dapat pasokan bibit unggul yah untuk daerah medan? ada gak yang supply bibit belut didaerah sumatera utara? Jika tdk ada, gimana caranya supaya bisa dapaetin bibit ini via Bapak Ardy? mohon saran donk bagi yang tau, Please email di: welson8 0@yahoo.com atau di welson @welsindo.com
thanks,
welson
Medan
hp: 081163 9746
Sekedar informasi dari kami Beluters Banyumas…
Pada dasarnya kami mempunyai masalah yang sama dengan rekan2 sekalian.. yaitu setelah tebar banyak bibit yang mati.. setelah cari informasi sana-sini akhirnya pak mumung selaku koordinator harian mendapat informasi dari dinas peternakan yang memberi saran agar kolam segera beri air remasan daun pepaya dengan tujuan menggantikan lendir yang terbuang selama perjalanan. Selama perjalanan memang belut selalu mengeluarkan lendir. Insya Allah kami dari gobelut Banyumas akan ada pertemuan dengan Dinas Peternakan Wilayah Banyumas. Masalah waktu dan tempat masih kami cari yang tepat.
Note:
daun pepaya dapat diganti dengan daun kembang sepatu. caranya dikremes-kremes sampai air berwarna hijau kenthel dan langsung ditaburkan ke kolam…
mudah-mudahan bermanfaat,
Mardi
PASAR BELUT DI HONGKONG 60 TON PER HARI
Siang itu Juli 2006 di Batutulis, Bogor, pancaran matahari terik membuat Ruslan Roy harus berteduh. Ia tetap awas melihat kesibukan pekerja yang memilah belut ke dalam 100 boks styrofoam. Itu baru 3,5 ton dari permintaan Hongkong yang mencapai 60 ton/hari, ujar Ruslan Roy.
Alumnus Universitras Padjadjaran Bandung itu memang kelimpungan memenuhi permintaan belut dari eksportir. Selama ini ia hanya mengandalkan pasokan belut dari alam yang terbatas. Sampai kapan pun tidak bisa memenuhi permintaan, ujarnya. Sebab itu pula ia mulai merintis budi daya belut dengan menebar 40 kg bibit pada Juli 1989.
Roy-panggilan akrab Ruslan Roy-memperkirakan seminggu setelah peringatan Hari Kemerdekaan ke-61 RI semua Monopterus albus yang dibudidayakan di kolam seluas 25 m2 itu siap panen. Ukuran yang diminta eksportir untuk belut konsumsi sekitar 400 g/ekor. Bila waktu itu tiba, eksportir di Tangerang yang jauh-jauh hari menginden akan menampung seluruh hasil panen.
Untuk mengejar ukuran konsumsi, peternak di Jakarta Selatan itu memberi pakan alami berprotein tinggi seperti cacing tanah, potongan ikan laut, dan keong mas. Pakan itu dirajang dan diberikan sebanyak 5% dari bobot tubuh/hari.
Dengan asumsi tingkat kematian 5-10% hingga berumur 9 bulan, Roy menghitung 4-5 bulan setelah menebar bibit, ia bakal memanen 400 kg belut. Dengan harga Rp40.000/kg, total pendapatan yang diraup Rp 16 juta. Setelah dikurangi biaya-biaya sekitar Rp 2 juta, diperoleh laba bersih Rp 14 juta.
Keuntungan itu akan semakin melambung karena pada saat yang sama Roy membuat 75 kolam di Rancamaya, Bogor, masing-masing berukuran sekitar 25 m2 berkedalaman 1 m. Pantas suami Kastini itu berani melepas pekerjaannya sebagai konsultan keuangan di Jakarta Pusat.
Perluas areal
Nun di Bandung, Ir R M Son Son Sundoro, lebih dahulu menikmati keuntungan hasil pembesaran belut. Itu setelah ia dan temannya sukses memasok ke beberapa negara. Sebut saja Hongkong, Taiwan, Cina, Jepang, Korea, Malaysia, dan Thailand. Menurut Son Son pasar belut mancanegara tidak terbatas. Oleh karena itu demi menjaga kontinuitas pasokan, ia dan eksportir membuat perjanjian di atas kertas bermaterai. Maksudnya agar importir mendapat jaminan pasokan.
Sejak 1998, alumnus Teknik dan Manajemen Industri di Institut Teknologi Indonesia, itu rutin menyetor 3 ton/hari ke eksportir. Itu dipenuhi dari 30 kolam berukuran 5 m x 5 m di Majalengka, Ciwidey, Rancaekek, dan 200 kolam plasma binaan di Jawa Barat. Ia mematok harga belut ke eksportir 4-5 US$, setara Rp 40.000-Rp 60.000/kg isi 10-15 ekor. Sementara harga di tingkat petani plasma Rp 20.000/kg.
Sumber: Drs Ruslan Roy, MM, Ir R. M. Son Son Sundoro, www.eelstheband.com, dan telah diolah dari berbagai sumber.
Terhitung mulai Juli 2006, total pasokan meningkat drastis menjadi 50 ton per hari. Itu diperoleh setelah pria 39 tahun itu membuka kerja sama dengan para peternak di dalam dan luar Pulau Jawa. Awal 2006 ia membuka kolam pembesaran seluas 168 m2 di Payakumbuh, Sumatera Barat.
Di tempat lain, penggemar travelling itu juga membuka 110 kolam jaring apung masing-masing seluas 21 m2 di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung. Total jenderal 1 juta bibit belut ditebar bertahap di jaring apung agar panen berlangsung kontinu setiap minggu. Dengan volume sebesar itu, ayah tiga putri itu memperkirakan keuntungan sebesar US$2.500 atau Rp 20.500.000 per hari.
Di Majalengka, Jawa Barat, Muhammad Ara Giwangkara juga menuai laba dari pembesaran belut. Sarjana filsafat dari IAIN Sunan Gunungjati, Bandung, itu akhir Desember 2005 membeli 400 kg bibit dari seorang plasma di Bandung seharga Rp 11,5 juta. Bibit-bibit itu kemudian dipelihara di 10 kolam bersekat asbes berukuran 5 m x 5 m. Berselang empat bulan, belut berukuran konsumsi, 35-40 cm, sudah bisa dipanen.
Dengan persentase kematian dari burayak hingga siap panen 4%, Ara bisa menjual sekitar 3.000 kg belut. Karena bermitra, ia mendapat harga jual Rp12.500/kg. Setelah dikurangi ongkos perawatan dan operasional sebesar Rp 9 juta dan pembelian bibit baru sebesar Rp 11,5 juta, tabungan Ara bertambah Rp17 juta. Bagi Ara hasil itu sungguh luar biasa, sebab dengan pendapatan Rp 3 juta-Rp 4 juta per bulan, ia sudah bisa melebihi gaji pegawai negeri golongan IV.
Bibit meroket
Gurihnya bisnis belut tidak hanya dirasakan peternak pembesar. Peternak pendeder yang memproduksi bibit berumur tiga bulan turut terciprat rezeki. Justru di situlah terbuka peluang mendapatkan laba relatif singkat. Apalagi kini harga bibit semakin meroket. Kalau dulu Rp 10.000/kg, sekarang rata-rata Rp 27.500/kg, tergantung kualitas, ujar Hj Komalasari, penyedia bibit di Sukabumi, Jawa Barat. Ia menjual minimal 400-500 kg bibit/bulan sejak awal 1985 hingga sekarang.
Pendeder pun tak perlu takut mencari pasar. Mereka bisa memilih cara bermitra atau nonmitra. Keuntungan pendeder bermitra: memiliki jaminan pasar yang pasti dari penampung. Yang nonmitra, selain bebas menjual eceran, pun bisa menyetor ke penampung dengan harga jual lebih rendah 20-30% daripada bermitra. Toh, semua tetap menuai untung.
Sukses Son Son, Ruslan, Ara, dan Komalasari memproduksi dan memasarkan belut sekarang ini bak bumi dan langit dibandingkan delapan tahun lalu. Siapa yang berani menjamin kalau belut booming gampang menjualnya, ujar Eka Budianta, pengamat agribisnis di Jakarta.
Menurut Eka, memang belut segar kini semakin dicari, bahkan harganya semakin melambung jika sudah masuk ke restoran. Untuk harga satu porsi unagi-hidangan belut segar-di restoran Jepang yang cukup bergengsi di Jakarta Selatan mencapai Rp 250.000. Apalagi bila dibeli di Tokyo, Osaka, maupun di restoran Jepang di kota-kota besar dunia.
Dengan demikian boleh jadi banyak yang mengendus peluang bisnis belut yang kini pasarnya menganga lebar. Maklum pasokan belut-bibit maupun ukuran konsumsi-sangat minim, sedangkan permintaannya membludak. (Hermansyah/Peliput: Lani Marliani)
EMPAT BULAN PANEN BELUT
Membesarkan belut hingga siap panen dari bibit umur 1-3 bulan butuh waktu tujuh bulan. Namun, Ruslan Roy, peternak sekaligus eksportir di Jakarta Selatan, mampu menyingkatnya menjadi empat bulan. Kunci suksesnya antara lain terletak pada media dan pengaturan pakan.
Belut yang dipanen Ruslan rata-rata berbobot 400 g/ekor. Itu artinya sama dengan bobot belut yang dihasilkan peternak lain. Cuma waktu pemeliharaan yang dilakukan Ruslan lebih singkat tiga bulan dibanding mereka. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan Ruslan pun jauh lebih rendah. Selain menekan biaya produksi, panen dalam waktu singkat itu mampu mendongkrak ketersediaan pasokan, ujar Ruslan.
Pemilik PT Dapetin di Jakarta Selatan itu hanya mengeluarkan biaya Rp 8.000 untuk setiap kolam berisi 200 ekor. Padahal, biasanya para peternak lain paling tidak menggelontorkan Rp 14.000 untuk pembesaran jumlah yang sama. Semua itu karena Ruslan menggunakan media campuran untuk pembesarannya.
Media campuran
Menurut Ruslan, belut akan cepat besar jika medianya cocok. Media yang digunakan ayah tiga anak itu terdiri dari lumpur kering, kompos, jerami padi, pupuk TSP, dan mikroorganisme stater. Peletakkannya diatur: bagian dasar kolam dilapisi jerami setebal 50 cm. Di atas jerami disiramkan 1 liter mikroorganisma stater. Berikutnya kompos setinggi 5 cm. Media teratas adalah lumpur kering setinggi 25 cm yang sudah dicampur pupuk TSP sebanyak 5 kg.
Karena belut tetap memerlukan air sebagai habitat hidupnya, kolam diberi air sampai ketinggian 15 cm dari media teratas. Jangan lupa tanami eceng gondok sebagai tempat bersembunyi belut. Eceng gondok harus menutupi ¾ besar kolam, ujar peraih gelarMaster of Management dari Philipine University itu.
Bibit belut tidak serta-merta dimasukkan. Media dalam kolam perlu didiamkan selama dua minggu agar terjadi fermentasi. Media yang sudah terfermentasi akan menyediakan sumber pakan alami seperti jentik nyamuk, zooplankton, cacing, dan jasad-jasad renik. Setelah itu baru bibit dimasukkan.
Pakan hidup
Berdasarkan pengalaman Ruslan, sifat kanibalisme yang dimiliki Monopterus albus itu tidak terjadi selama pembesaran. Asal, pakan tersedia dalam jumlah cukup. Saat masih anakan belut tidak akan saling mengganggu. Sifat kanibal muncul saat belut berumur 10 bulan, ujarnya. Sebab itu tidak perlu khawatir memasukkan bibit dalam jumlah besar hingga ribuan ekor. “Dalam 1 kolam berukuran 5 m x 5 m x 1 m, saya dapat memasukkan hingga 9.400 bibit,” katanya.
Pakan yang diberikan harus segar dan hidup, seperti ikan cetol, ikan impun, bibit ikan mas, cacing tanah, belatung, dan bekicot. Pakan diberikan minimal sehari sekali di atas pukul 17.00. Untuk menambah nafsu makan dapat diberi temulawak Curcuma xanthorhiza. Sekitar 200 gram temulawak ditumbuk lalu direbus dengan 1 liter air. Setelah dingin, air rebusan dituang ke kolam pembesaran. “Pilih tempat yang biasanya belut bersembunyi,” ujar Ruslan.
Pelet ikan dapat diberikan sebagai pakan selingan untuk memacu pertumbuhan. Pemberiannya ditaburkan ke seluruh area kolam. Tak sampai beberapa menit biasanya anakan belut segera menyantapnya. Pelet diberikan maksimal tiga kali seminggu. Dosisnya 5% dari bobot bibit yang ditebar. Jika bibit yang ditebar 40 kg, pelet yang diberikan sekitar 2 kg.
Hujan buatan
Selain pakan, yang perlu diperhatikan kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5-7. Selama pembesaran, perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah kecokelatan. Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa pakan dan dekomposisi hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati, ujar Son Son. Untuk mengatasinya, pH air perlu rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri penetralisir.
Kehadiran hama seperti burung belibis, bebek, dan berang-berang perlu diwaspadai. Mereka biasanya spontan masuk jika kondisi kolam dibiarkan tak terawat. Kehadiran mereka sedikit-banyak turut mendongkrak naiknya pH karena kotoran yang dibuangnya. Hama bisa dihilangkan dengan membuat kondisi kolam rapi dan pengontrolan rutin sehari sekali, tutur Ruslan.
Suhu air pun perlu dijaga agar tetap pada kisaran 26-28oC. Peternak di daerah panas bersuhu 29-32oC, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi, perlu hujan buatan untuk mendapatkan suhu yang ideal. Son Son menggunakan shading net dan hujan buatan untuk bisa mendapat suhu 26oC. Bila terpenuhi pertumbuhan belut dapat maksimal, ujar alumnus Institut Teknologi Indonesia itu.
Shading net dipasang di atas kolam agar intensitas cahaya matahari yang masuk berkurang. Selanjutnya tiga saluran selang dipasang di tepi kolam untuk menciptakan hujan buatan. Perlakuan itu dapat menyeimbangkan suhu kolam sekaligus menambah ketersediaan oksigen terlarut. Ketidakseimbangan suhu menyebabkan bibit cepat mati, ucap Son Son.
Hal senada diamini Ruslan. Jika tidak bisa membuat hujan buatan, dapat diganti dengan menanam eceng gondok di seluruh permukaan kolam, ujar Ruslan. Dengan cara itu bibit belut tumbuh cepat, hanya dalam tempo 4 bulan sudah siap panen. (Hermansyah)
Bak itu sekadar tempat singgah. Setelah 1-2 hari dikarantina, belut yang terkumpul itu disortir. Belut kualitas ekspor dipilih berbobot 200-250 g/ekor dan panjang 40-60 cm. Syarat lain: kulit mulus dan lincah bergerak. Belut kemudian dikemas dalam kantong plastik berdiameter 50 cm, lalu diberi 2 liter air. Satu kantong plastik berisi 20 kg. Setelah diberi oksigen, kantong itu diikat dan dimasukkan ke dalam dus ukuran 70 cm x 70 cm x 60 cm untuk keesokan hari diangkut ke bandara.
Ardiyan menerbangkan 4-5 ton/bulan belut ke Singapura, Hongkong, dan Korea. Dengan harga jual US$4,5 atau setara Rp40.950 per kg (kurs 1 US$D=Rp9.100), Ardiyan meraup omzet Rp163,8-juta-Rp204,7-juta/bulan. Setelah dikurangi biaya pembelian belut dari para plasma, ongkos kirim, dan biaya operasional lain, Ardiyan mengutip laba Rp5.000-Rp7.000/kg. Setidaknya Rp20-juta-Rp35-juta mengalir ke koceknya setiap bulan.
Jumlah itu tak seberapa dibanding banyaknya permintaan yang terus mengalir. ‘Singapura minta dipasok 1 ton/hari, Hongkong 5-10 ton/pekan, dan Korea 3 ton/hari,’ tutur alumnus Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Solo itu. Beberapa negara Uni Eropa seperti Belanda dan Belgia juga menanti pasokan masing-masing 23 ton dan 20 ton per tahun.
Menurut Pusat Informasi Pasar Asia Pasifik Kedutaan Besar Kanada di Beijing, Cina, selain Hongkong dan Korea, negara konsumen belut lainnya adalah Jepang, Amerika Serikat, dan Kanada. Jepang terbesar dengan kebutuhan 130.000-140.000 ton/tahun. Pasokan selama ini diperoleh dari Cina. Negeri Tirai Bambu itu dikenal sebagai produsen belut terbesar di dunia. Ia memasok 70% dari total kebutuhan belut dunia yang mencapai 230.000 ton/tahun. Artinya, ceruk pasar belut dunia yang belum terisi sekitar 69.000 ton per tahun.
Badan Pusat Statistik mencatat, volume ekspor dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2004, volume ekspor hanya 42.581 kg. Setahun berikutnya melonjak menjadi 106.687 kg.
Permintaan belut tak hanya mengalir dari mancanegara. Ardiyan menuturkan pasar lokal juga menantang. Sentra makanan olahan di Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, butuh pasokan 7-8 ton/hari, Solo dan Klaten 8 ton/hari, dan Jakarta 2 ton/hari. Dari jumlah itu baru sekitar 500-700 kg/bulan yang terpenuhi.
Budidaya
Peluang itulah yang kini dikejar Ardiyan. Namun, pasokan yang seret menjadi batu sandungan. Padahal harga beli yang ditawarkan cukup menggiurkan, Rp20.000/kg kualitas ekspor. Harga itu jauh lebih tinggi ketimbang harga di pasar lokal, Rp9.000-Rp12.000 per kg.
Pasokan seret lantaran Ardiyan mengandalkan belut tangkapan alam. ‘Jumlah peternak belut saat ini masih sedikit,’ katanya. Akibatnya, ketersediaan pasokan bergantung kondisi alam. Pasokan melimpah saat hujan. Saat kemarau sebaliknya. Selain itu, ukuran belut hasil tangkapan alam beragam. ‘Rata-rata hanya 30% yang memenuhi syarat ekspor,’ katanya.
Kurangnya pasokan belut membuat PT Budi Menani Agung, eksportir belut di Jakarta, terpaksa mengurangi frekuensi pengiriman ke Cina. Pengiriman yang semula 3 kali seminggu kini hanya 2 kali. Sekali kirim rata-rata mencapai 1 ton.
Ardiyan berharap kekurangan pasokan itu dapat dipenuhi para peternak. Oleh sebab itulah ia rela mengunjungi berbagai daerah untuk menjaring peternak mitra. Ardiyan pun menjamin menampung hasil panen. Harga belut kualitas ekspor Rp20.000/kg.
Kian ramai
Sejak diekspose Trubus pada September 2006, perbincangan bisnis belut di situsTrubus kian ramai. Begitu juga milis-milis di situs lain. Pelatihan budidaya belut yang diselenggarakan selalu kebanjiran peserta. Bahkan, kini berdiri klub budidaya belut yang anggotanya mencapai 105 orang.
Kisah sukses Sonson Sundoro, Ruslan Roy, Hj Komalasari, dan M Ara Giwangkara juga turut mendorong minat para investor. (baca: Mari Rebut Pasar Belut, Trubus edisi September 2006). Mereka lebih dulu mendulang laba dari belut. Menurut hitung-hitungan Ardiyan, investasi awal untuk pembuatan kolam terpal luasan 6 m x 7 m sekitar Rp890.000. Ditambah biaya produksi Rp1.529.000, total biaya mencapai Rp2.419.000.
Dari 20 kg bibit isi 200-220 ekor/kg, diperkirakan menghasilkan 300 kg setelah 4- 5 bulan pemeliharaan. Dengan harga jual Rp20.000/kg (harga kualitas ekspor), total omzet Rp6-juta. Setelah dikurangi biaya produksi, total keuntungan mencapai Rp3.581.000/musim tebar atau Rp716.200-Rp895.250/bulan. Itu keuntungan di awal investasi. Pada periode tanam berikutnya, laba lebih tinggi yaitu Rp4.471.000V/musim atau Rp894.200-Rp1,1-juta/bulan.
Pantas bila para peternak baru bermunculan di berbagai daerah seperti di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Salah satunya Tjandra Warasto di Parung, Bogor, menggelontorkan ratusan juta rupiah untuk membangun 24 kolam permanen berukuran 5 m x 5 m. Pada September 2006, ia menebar 240 kg bibit. ‘Akhir Maret ini diharapkan sudah bisa dipanen,’ kata pengusaha periklanan itu.
Nun di Boyolali, Jawa Tengah, Muharni juga tergiur menggeluti belut. Lahan seluas 60 m2 di belakang rumah disulap menjadi 8 kolam berukuran 2 m x 3,5 m. Empat di antaranya telah diisi 49 kg bibit. Ibu 2 anak itu memperkirakan akan panen pada Mei 2007.
Di beberapa daerah, kelompok-kelompok pembudidaya belut mulai bermunculan. Dony Fitriandi ST MT, menghimpun 25 peternak di Sragen, Jawa Tengah, untuk mengelola 100 kolam. Arsitek alumnus Universitas Negeri Sebelas Maret itu juga membuat 3 kolam seluas 24 m2. Di Magetan, Jawa Timur, Ardiyan membina plasma yang mengelola 300 kolam.
Sarat kendala
Sayang, pesatnya laju pertumbuhan peternak belut itu tak diimbangi pasokan bibit yang memadai. Menurut pengalaman beberapa peternak, pembibitan belut sulit. Selain itu, hingga kini belum ada penelitian soal perlakuan yang dapat memacu reproduksi belut. Wajar bibit tangkapan alam diburu. Hal itu turut memicu kenaikan harga. ‘Kalau dulu Rp10.000/kg, sekarang rata-rata Rp27.500/kg,’ ujar Hj Komalasari, penyedia bibit di Sukabumi, Jawa Barat.
Bibit alam juga bukan garansi sukses. ‘Dari 100 kg bibit yang ditebar, separuhnya mati,’ kata Catur Budiyanto, peternak di Gunungputri, Bogor. Pengalaman pahit juga dialami Ganjar Ariacipta. Lima belas kilogram bibit yang ditebar di kolam berukuran 3 m x 5 m seluruhnya mati. ‘Mungkin airnya kurang cocok,’ kata peternak di Sadang Serang, Bandung, itu.
Ardiyan menduga, bibit mati akibat penangkapan dengan setrum. Arus listrik menyebabkan belut stres. Kalaupun bertahan hidup, pertumbuhannya pasti terhambat. Oleh sebab itu, pilih bibit yang ditangkap dengan bubu. Media matang juga penting. Cirinya: air di dalam kolam tidak berubah warna dan tidak berbau. Hindari penebaran bibit dalam jumlah besar. Masukkan dulu 1-5 bibit. Bila belut menelusup ke dalam media, pertanda media siap digunakan. Namun, bila beberapa waktu belut tetap di permukaan, media belum matang benar.
Ardiyan menuturkan, teori-teori dan praktek di lapangan seringkali berbenturan. ‘Media yang saya ramu sesuai dengan yang dianjurkan dalam pelatihan. Tetap saja mati,’ kata Catur. ‘Karena itu, peternak mesti berani bereksperimen,’ ujar Ardiyan. Lihat yang dilakukan Wawan, peternak di Bandung. Ia memberi kotoran cacing alias kascing pada media. Alhasil, dari 15 kg bibit berisi 100 ekor/kg, dapat dipanen 75 kg belut berbobot rata-rata 100 g/ekor dalam waktu 4 bulan.
Meski Wawan berhasil, tapi tak mudah memasarkan belut. Rona bahagia di wajah Wawan seketika muram saat eksportir yang berjanji menampung panennya susah ditemui. Khawatir belut-belut itu mati, Wawan melepas ke pasar becek dengan harga Rp11.000/kg. Harga itu jauh lebih rendah ketimbang janji muluk eksportir Rp20.000 kg. ‘Saya hanya mengantongi Rp825.000,’ ujar Wawan.
Oligopsoni
Hasil lacakan Trubus, saat ini baru terdapat 4 eksportir belut: Sonson Sundoro (PT Dapetan Eel Farm, Bandung), Ruslan Roy (PT Dapetin, Jakarta), Ardiyan Taufik (Jakarta dan Solo), dan Hidayat Wijaya (PT Budi Menani Agung, Jakarta). Jumlah eksportir yang masih sedikit itu dikhawatirkan menciptakan kondisi oligopsoni: pemasok bertambah banyak sementara pembeli terbatas. Kondisi itu melemahkan posisi tawar peternak. Bisa dibayangkan apa yang terjadi bila kelak pasar jenuh dan jumlah peternak kian bertambah.
Oleh sebab itu, Tjandra tak mau menyandarkan pasar pada para eksportir. Ia giat menciptakan pasar sendiri. Pria 39 tahun itu menampung belut dari para penangkap di seputar Jabodetabek lalu dijual ke pasar lokal. Meski baru beberapa bulan berjalan, kini ia menjual setidaknya 500-1.000 kg/bulan. Dengan begitu, Tjandra berharap pasar belut tetap melaju. (Imam Wiguna/Peliput: Hermansyah)
Media Instan:
Dari Kantong Jadi Belut
Akhir Juli 2006 Chrisno Feryadi menabur 20 kg serbuk kehitaman dalam drum berdiameter 50 cm. Setelah disiram air, lantas diaduk-aduk hingga mirip lumpur. Suspensi itu kemudian didiamkan 2 hari sampai terpecah menjadi dua bagian: endapan serbuk dan air. Saat itu pula 75 bibit belut sepanjang 10-15 cm dimasukkan. Enam bulan kemudian belut-belut itu siap dipanen.
Bobot belut yang dipelihara di drum itu rata-rata 200 g/ekor, sama dengan budidaya di kolam. Yang berbeda lama pemeliharaan. Belut di drum perlu waktu 2,5 bulan lebih lama. Hal itu terjadi karena ruang gerak Monopterus albus itu tidak selonggar bila dipelihara di kolam. Toh hal itu tidak menjadi persoalan.
Sejak 8 bulan lalu Chrisno dapat beternak belut di sembarang tempat. Drum itu hanya satu contoh. Yang agak ekstrim, Ipenk-panggilan akrab Chrisno-pernah mencoba melakukannya di dalam 3 ember plastik berdiameter 25 cm. Hasilnya bibit belut tumbuh besar. Dalam tempo 6 bulan bobotnya mencapai 150 g/ekor.
Semua itu berkat serbuk kehitaman andalan Ipenk yang mudah diaplikasi dan ditenteng ke berbagai lokasi. Serbuk itu adalah media instan kering. Karena praktis-tinggal tabur, siram air, tunggu mengendap, lalu tebar bibit-maka banyak peternak di Sragen dan Boyolali, Jawa Tengah, tertarik. Mereka kagum lantaran bibit belut itu bisa ditebar setelah 2 hari kolam diberi media. Bandingkan dengan cara konvensional. Dari proses pematangan media hingga bibit siap tebar menyita waktu 2-4 minggu.
Ganti komposisi
Racikan media instan pemangkas waktu tebar bibit itu 70% bahan bakunya sama seperti budidaya konvensional. Yang sulit memperoleh bahan baku dari jerami padi, pelepah pisang, pupuk kandang, dan kompos dengan komposisi pas.
Awalnya ayah 2 putra itu merajang jerami padi dan pelepah pisang dengan slicer-semacam pisau-sampai setebal 1 cm. Campuran itu-sebut saja komposisi A-kemudian ditambah campuran pupuk kandang dan kompos-sebut saja komposisi B. Perbandingan antarkomposisi itu dibuat 1:3. Campuran abu-abu kehitaman itu lantas dijemur selama 5 hari berturut-turut hingga kadar airnya sekitar 5%. Tandanya saat diremas tangan langsung hancur layaknya kompos.
Sebanyak 120 kg media perdana itu ditabur pada kolam percobaan berukuran 6 m x 3 m. Di sana ditebar pula 2.700 bibit. Saat dipanen 5 bulan kemudian hanya diperoleh 40%, setara 810 belut yang hidup. Hasil itu jauh dari memuaskan bila dibandingkan budidaya konvensional yang tingkat kematiannya berkisar 30%. ‘Mungkin karena adaptasi bibit alam yang kurang,’ ujar staf sumberdaya manusia PT Garuda Indonesia di Jakarta itu.
Dugaan itu mentah saat ujicoba memakai bibit alam yang sudah beradaptasi di kolam konvensional. Hasilnya tetap tidak memuaskan. ‘Mungkin campuran media yang kurang sesuai,’ pikir Ipenk. Sebab itu pula komposisi media awal itu diubah. Kini komposisi A dibuat perbandingan berbeda. Tidak 1:1, tapi 1:2. Demikian pula komposisi B. Jumlah pupuk kandang dikurangi dan kompos tetap, 1:2.
Campuran itu masih ditambah bekatul dan lumpur kering masing-masing sebanyak 0,4 bagian. ‘Bekatul dipakai sebagai perekat. Pupuk kandang dikurangi karena proses penguraiannya terlalu lama,’ ujarnya. Media itu lantas diberi stater, konsentrat mikroorganisme sebanyak 0,6 bagian. Campuran itu lantas diperam 7-14 hari hingga terfermentasi sempurna. Campuran akhir terlihat seperti serbuk kopi, berwarna hitam pekat. Saat ditaruh di air, serbuk itu tidak mengeluarkan gas amonia.
Saat diuji kembali pada kolam dan jumlah bibit sama, media instan baru itu menuai hasil menggembirakan. Tingkat mortalitas turun hingga di bawah 10%. Bahkan khusus di kolam, bobot 200 g/ekor dapat dicapai dalam tempo 4,5 bulan. Peternak konvensional butuh waktu minimal 6 bulan. ‘Mortalitas pernah mencapai angka nol persen,’ ujarnya.
Terobosan baru
Menurut Dr Ir Ridwan Affandi, DEA, temuan Ipenk itu terobosan baru. ‘Selama ini budidaya konvensional dianggap terbaik,’ ujar peneliti ikan konsumsi dari Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor itu. Ridwan menduga, kecepatan pertumbuhan karena diiringi munculnya pakan alami. ‘Komposisi media itu bisa menumbuhkan cacing, insekta air, protozoa, infusoria, gastrophoda, fitoplankton, dan zooplankton,’ tambah alumnusUniversite De Paris VI di Perancis itu.
Meski demikian menurut Ardyant Taufik, peternak di Solo, sumber pakan alami yang dibentuk media instan tetap perlu disokong pakan alami lain. ‘Pertumbuhan belut akan makin baik jika diberi anakan ikan mas, ikan cetol, bekicot, dan keongmas,’ ujar alumnus Jurusan Hukum, Universitas Muhammadiyah Solo yang sudah menerapkan media instan pada plasmanya itu.
Menurut Ipenk, keunggulan lain dari media instan terletak pada sirkulasi air. ‘Kolam tidak perlu diberi arus,’ ujarnya. Cara konvensional, arus air tetap diperlukan sebagai sumber oksigen terlarut. ‘Oksigen tetap diperoleh asalkan ketinggian air diatur sekitar 3 cm saja,’ tambahnya. Istimewanya lagi pemanfaatan eceng gondok Eichornia crassipessebagai peneduh yang lazim diterapkan peternak konvensional tidak dibutuhkan lagi. Maklum media instan itu sudah dapat melindungi belut dari sengatan matahari.
Upaya keras Chrisno Feryadi menciptakan media instan patut mendapat acungan jempol. ‘Penemuan itu sangat membantu peternak pemula yang selalu kesulitan mendapat bahan baku media,’ ujar Sonson Sundoro, pemilik PT Dapetan, eksportir belut di Bandung. Jadi, mau beternak belut? Siapkan ember, tabur media, siram air, dan cemplungkan belut. Praktis. Media instan menjadi solusi terbaik. (Hermansyah)
Tips : Cara mengetahui apakah belut itu sudah panen atau belum mungkin dengan cara memasang bubu di kolam tersebut secara acak.
nah dari belut yang masuk bubu tersebut kita lihat dan ukuran berapa yang terbanyak.
Kalau dengan cara kita acak-acak medianya, mungkin si belut (
seluruh isi kolam ) bisa stress.
Menangkap belut
• Untuk menangkap belut saya memasang bubu disawah. Saya umpan cacing dibakar sekitar 4-5 ekor untuk satu bubu. Bau cacing bakar bikin belut mabok kepayang masuk semua ke bubu tanpa kecuali.
• Caranya bubu di masukan cacing bakar kemudian bubu ditanam separo dalam lumpur diantara tanaman padi setelah mahgrib. Beri jalur pada lumpur untuk jalan masuk.
• Lihat besok pagi setelah solat subuh, tapi hati hati didalam bisa ada ular, tandanya kalau didalam ular padi di sekitar bubu roboh karena ular setelah kepalanya masuk dan ekornya berontak merobohkan padi disekitar bubu.
Pembibitan belut
• Dalam satu media, menggunakan Jantan : yg panjangnya 40 cm dan betina 25 -30 cm.
• Satu tempat pemijahan 1 jantan dan 4 betina.
Ternak Belut dalam 1mx1mx1m
• Kolam 1m2 dg kedalaman 1m berarti volumenya kan 1m3,kalau mau diisi 70cm berarti 0,7m3 berarti sebanyak itu media yang kita perlukan.Jerami 5karung kalau sdh ditimbun lumpur langsung mampat cuma bbrp cm tebalnya,alhasil suzuki pick up cuma bisa bawa media untuk kolam 1 x 1m2.
Tanya Jawab Belut
• 1. Tanya :Media kolam yang bagus yg bgm ?
• Ardyant :Media (lumpur & air)adalah tempat hidup belut,mk media hrs bersifat “adem”(dingin dan lumpurnya lembut) dan banyak jasad renik didlmnya untuk makanan belut,air bersih tdk tercemar tdk ada kaporit.Medianya ;1.Jerami ;2.pupuk kandang, 3.Pembiak mikro organisme(pupuk kimia ZA,NPK atau paling bagus starter organik),4.Lumpur sawah/sungai/rawa yg halus,5.kompos,6.cacahan batang pisang (sbg tempat hidup cacing),7.lumpur lagi paling atas. Kemudian diisi air bersih,tinggi media 60 cm – 70 cm,tinggi air diatas media min 3cm maks 4cm. Kalau tinggi air >15cm belut akan tewas. Kalau media tdk disukai belut maka belut akan lari keluar atau lebih baik mati jadi tanah,dan anda tdk akan menjumpai bangkainya.
• 2. Tanya : Bgm sistim saluran air dikolam semen ?
• Bersambung nanti ya,sholat dulu.Sistim saluran air,Ardyant :Saluran air masuk & 2 sal pembuangan,pembuangan primer didasar kolam unt buang air kolam waktu panen & pembuangan sekunder di bag atas kolam unt kontrol air agar tidak lebih dari 4cm diatas lumpur.
• 3.Tanya : Apakah bangkai bisa unt makanan tambahan ?
• Ardyant : Pakan tambahan harus diberikan 3hr setelah tebar bibit,belut makan dimalam hari,ttp pakan boleh diberikan tiap saat,tiap 2hr-3hr,bisa berupa cacahan bekicot,daging kelinci/ikan besar yg sdh direbus,kodok cacah,ikan2 kecil,/pakan buatan berupa pellet udang/lele
• 4.Tanya :kalau belut dipelihara 4-5 bl &tdk ada penjarangan bgm menjaga agar media tetap baik kondisinya ?
• Ardyant :Krn kotoran belut air akan bnyk mengandung amoniak jadi sebaiknya air diganti setiap seminggu,seblm seminggu kalau banyak buih juga hrs ganti,yg ideal kalau air disirkulasi tiap saat & disaring pakai filter spt di aquarium.
• 5.Tanya : Apakah setelah belut dipanen lumpurnya bisa dipakai lagi?
• Ardyant :Bisa,tetapi media yang lain perlu diperbarui agar jasad reniknya tetap banyak.
• 6.Tanya :Berapa % tingkat sukses plasma selama ini ?
• Ardyant :Untuk pemula bisa 100% gagal dulu,jadi mulailah dengan kecil dulu,10m2 sampai 20m2.
• 7.Tanya :Bagaimana dengan pembesaran di drum ?
• Ardyant rum tdk disarankan unt pembesaran,krn hasilnya tdk akan optimal,kalau mau nyoba beri bibit 1 kg saja,drum yg karatan tdk bisa dipakai.Drum plastik tdk cocok dipakai krn tdk rigid. Drum cocoknya unt kolam pembibitan.
• 8. Tanya : Apa kunci sukses pembibitan di drum ?
• Ardyant : Tempat pembibitan bisa pakai drum plastik/besi/buis beton yg diameter 50cm tinggi cukup 50cm.Media yg dipakai sama dg yg unt pembesaran,cuma tingginya 15cm-20cm saja unt memudahkan pengontrolan. Isinya cukup seekor jantan & 4 ekor betina (blm dicoba kalau >4ekor). Dialam perkawinan belut terjadi saat musim panas sampai datang hujan,jadi iklim dikolam dibuat spt itu spy belut cepat kawin,agar kolam teduh bisa diberi shading net yg 30 %.
• 9.Tanya : Begitu kolam selesai dibuat nunggu brp lama spy baik dipakai ?
• Ardyant : Kolam baru hrs digosok dulu dg pelepah pisang sampai berbusa,tunggu kering 1 atau 2 jam bilas dg air,kalau memang tdk bocor,langsung bisa diisi media. kmd isi dg air,tinggi air diatas lumpur maks 4cm. tunggu sampai 2 minggu,cek dgdi obok2 pakai kayu,kalau tdk lagi gas yang timbul berarti media sdh jadi,bibit bisa dimasukkan ke kolam.
Tanya Jawab Belut
• Tanya: ada kasus nih, kalo ada kolam 1,5m x 1,5 m tapi tingginya 1,5 m, apakah banyaknya bibit yg disebar sama dengan yg tinggi 1 m? Mana yang lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan belut: Lebar dan panjang kolam ato kedalaman kolam?
• Jawab: lebarnya lah yang berpengaruh, jadi patokan buat penebaran cuma luas media aja om… kl ketinggian tidak termasuk dan buat budidaya ini cuma butuh tinggi kolam 80-100cm aja.. karena media yang di pake berkisar di angka 60-70cm aja dan ketinggian air dr atas lumpur maximal 4 cm dan minimal 3 cm…
• dan untuk 1 m2 idelanya buat 1 kg bibit belut
Perhitungan Kasar
• Contoh perhitungan ternak Belut sbb :
- luas lahan saya 10 x 10 m = 100 m2
- 1 m2 bisa ditanam 1 kg. jadi butuh 100 kg bibit belut
- 1 kg bibit bisa panen 15 kg. Jadi kalo kita menyebar 100 kg maka
potensi panennya bisa 1500 kg.
- harga 1 kg belut panen = 20.000 rupiah. jadi total uang masuk = 30
juta rupiah!!.
BEAYA
•
Bibit 1 kg = 22.000. jadi untuk 100 kg bibit = 2,2 juta.
pakan ? anggap 2,8 juta.
Total 5 juta.
Margin 30 juta – 5 juta = 25 juta!!
Apakah betul asumsi perhitungan diatas??
jika betul cukup mencengangkan lahan 100 m2 bisa menghasilkan 25 juta dalam tempo 4 bulan.
Membangun Jaringan Belut
• Saat ini ada keinginan membangun Koperasi Belut Indonesia yang bertujuan mendekatkan petani belut dengan konsumen (pasar) secara langsung.
• Selama ini jalur distribusi dikuasai oleh pedagang/tengkulak, sehingga harganya tidak terkontrol.
Pengiriman Belut
• Gimana sistem pengiriman hasil panen belut ?
• Pengiriman hasil panen bisa dengan steofoam yang di lubangi bagian atasnya aja, trus di kasih air sedikit, 1 box steofoam ukuran 75×45 bisa muat belut 25-30kg pengiriman mengunakan apa aja deh, bisa dengan perjalanan darat, bisa juga dengan udara…asal paking bener pasti slamet belut besar tahan luar biasa kok….yang jelas proses sebelum di kirim, belut di cuci bersih dan belut sudah di diemkan di dalam bak yang berisi air aja kurang lebih tingginya 5-7cm aja dan air dibikin mengalir bisa dengan menggunakan jetpum yang biasa di pake di aquarium…kl sudah belut di cuci bersih kemudian di masukan ke dalam box steofoam sebelumnya di timbang dl.. kl sudah masuk semua box di isi air bersih… dan buih yang terdapat di dalam box di buang dengan cara di ambil pake tangan/mangkuk… kemudian di beri 1 lembar daun pepaya air di dalam Box pengiriman kurang lebih 3cm dr atas belut paling atas
kl sudah di lakban sekeliling… yang rapat.. dan jangan lupaa tutup
atas steofoam di kasih lubang sebesar jemari telunjuk sebanyak 20
lubang… so belut siap di kirim ke saya deh. (dari berbagai sumber)